Senin, 05 Agustus 2019

MASJID QUBA


MASJID QUBA

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءَ، فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَة

“Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu datang ke Masjid Quba’, kemudian dia mendirikan salat di sana, maka dia mendapatkan pahala umrah.”
Masjid Quba adalah sebuah masjid yang terletak di tepi Kota Madinah, tepatnya 3 km di arah selatan Masjid Nabawi. Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

"Di Quba, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam disambut meriah oleh penduduk Madinah sambil menyanyikan nasyid thala'al badru'alaina. Beliau singgah di Quba selama empat hari, dan di waktu itu beliau memerintahkan untuk membangun Masjid Quba bahkan ikut terlibat dalam proses pembangunannya,"

Karena kehebatannya inilah Allah mengabadikannya dalam Alquran surat at-Taubah ayat 108:

"Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri, dan  Alloh menyukai orang orang yang membersihkan diri

Masjid Quba juga memiliki keutamaan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang keluar dari rumahnya kemudian mendatangi masjid ini, yakni Masjid Quba kemudian salat di dalamnya, maka pahalanya seperti ia menjalankan umrah" (Musnad Ahmad: 15981).

Bukan berarti kewajiban ibadah umrahnya telah tertunaikan jika seseorang menjalankan salat di Masjid Quba. Siapa yang salat di Masjid Quba maka dia mendapatkan pahala setara dengan pahala umrah.


Mengenai pelaksanaannya, tidak ada ketentuan melakukan salat tertentu. Bisa melakukan salat tahiyatul masjid, salat dhuha atau salat-salat sunah lainnya.

"Karena salat apapun maka pahalanya senilai dengan pahalah ibadah umrah, insya Allah," pungkasnya.

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Masjid Quba telah direnovasi dan diperluas oleh Kerajaan Arab Saudi. Sehingga masjid yang ada saat ini telah berubah jika dibandingkan pada saat zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Masjid Quba dulunya berdiri di atas kebun kurma dengan luas 1200 meter persegi. Setelah direnovasi, luasnya sekitar 5.860 meter persegi dan dapat menampung 20 ribu jemaah.

Masjid Quba memiliki 19 pintu dengan 3 pintu utama. Dua pintu untuk masuk jemaah laki-laki, satu pintu lainnya untuk masuk jemaah perempuan.
Masjid Quba menjadi salah satu agenda ziarah /City Tour di Madina bagi jamaah Umrah AYO HAJi. Semoga Alloh SWT, memberikan rizki kepada kita unuk dapat berziarah ke Al Haramain

اللهم ارزقنا لزيارة بيتك المحرم

MODEL KOMUNIKASI DALAM AL QUR`AN


MODEL KOMUNIKASI DALAM AL QUR`AN
Berikut ini enam model komunikasi yang dikategorikan sebagai kaidah, prinsip, atau etika komunikasi Islam yang terdapat di dalam Al Quran, antara lain:
  1. Perkataan yang Benar قولا سديدا (Qaulan Sadidan)
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”. (QS. An-Nisa: 9)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”.(al-Ahzab:70)
Qaulan Sadidan berarti pembicaran, ucapan, atau perkataan yang benar, baik dari segi substansi (materi, isi, pesan) maupun redaksi (tata bahasa). Dari segi substansi, komunikasi Islam harus menginformasikan atau menyampaikan kebenaran, faktual, hal yang benar saja, jujur, tidak berbohong, juga tidak merekayasa atau memanipulasi fakta.
“Hendaklah kamu berpegang pada kebenaran karena sesungguhnya kebenaran itu memimpin kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Muttafaq ‘Alaih). “Katakanlah kebenaran walaupun pahit rasanya” (HR Ibnu Hibban). Dari segi redaksi, komunikasi Islam harus menggunakan kata-kata yang baik dan benar, baku, sesuai kaidah bahasa yang berlaku. “Sesungguhnya segala persoalan itu berjalan menurut ketentuan” (H.R. Ibnu Asakir dari Abdullah bin Basri).
Dalam bahasa Indonesia, maka komunikasi hendaknya menaati kaidah tata bahasa dan mengguakan kata-kata baku yang sesuai dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Alferd Korzybski, peletak dasar teori general semantics menyatakan bahwa penyakit jiwa , baik individual maupun sosial, timbul karena penggunaan bahasa yang tidak benar. Ada beberapa cara menutup kebenaran dengan komunikasi. Pertama, menggunakan kata-kata yang sangat abstark, ambigu, atau menimbulkan penafsiran yang sangat berlainan apabila kita tidak setuju dengan pandangan kawan kita. Kedua, menciptakan istilah yang diberi makna lain berupa eufimisme atau pemutarbalikan makna terjadi bila kata-kata yang digunakan sudah diberi makna yang sama sekali bertentangan dengan makna yang lazim.
Oleh karena itu Qaulan Sadidan juga berarti  tidak bohong. Nabi Muhammad bersabda, “Jauhi dusta, karena dusta membawa kamu pada dosa, dan dosa membawa kamu pada neraka. Lazimkanlah berkata jujur, karena jujur membawa kamu pada kebajikan, membawa kamu pada surga”(HR. Muttafaq ‘Alaih). Al-Quran menyuruh kita selalu berkata benar, supaya kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah.
  1. Perkataan yang Baik قولا معروفا (Qaulan Ma’rufan)
وَلَا تُؤۡتُوا السُّفَهَآءَ اَمۡوَالَـكُمُ الَّتِىۡ جَعَلَ اللّٰهُ لَـكُمۡ قِيٰمًا وَّارۡزُقُوۡهُمۡ فِيۡهَا وَاكۡسُوۡهُمۡ وَقُوۡلُوۡا لَهُمۡ قَوۡلًا مَّعۡرُوۡفًا
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”. (QS. An-Nisa: 5)
وَاِذَا حَضَرَ الۡقِسۡمَةَ اُولُوا الۡقُرۡبٰى وَالۡيَتٰمٰى وَالۡمَسٰكِيۡنُ فَارۡزُقُوۡهُمۡ مِّنۡهُ وَقُوۡلُوۡا لَهُمۡ قَوۡلًا مَّعۡرُوۡفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.”(An-Nisa:8)
وَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيۡمَا عَرَّضۡتُمۡ بِهٖ مِنۡ خِطۡبَةِ النِّسَآءِ اَوۡ اَکۡنَنۡتُمۡ فِىۡٓاَنۡفُسِكُمۡ‌ؕ عَلِمَ   اللّٰهُ اَنَّكُمۡ سَتَذۡكُرُوۡنَهُنَّ وَلٰـكِنۡ لَّا تُوَاعِدُوۡهُنَّ سِرًّا اِلَّاۤ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا قَوۡلًا مَّعۡرُوۡفًا
“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam padaitu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma’ruf …”(al-Baqarah: 235)
قَوۡلٌ مَّعۡرُوۡفٌ وَّمَغۡفِرَةٌ خَيۡرٌ مِّنۡ صَدَقَةٍ يَّتۡبَعُهَاۤ اَذًى‌ؕ وَاللّٰهُ غَنِىٌّ حَلِيۡم
“Perkataan yang baik dan pemberian ma’af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.”(al-Baqarah:263)
Qaulan Ma’rufa artinya perkataan yang baik, ungkapan yang pantas, santun, menggunakan sindiran (tidak kasar), dan tidak menyakitkan atau menyinggung perasaan. Qaulan Ma’rufa juga bermakna pembicaraan yang bermanfaat dan menimbulkan kebaikan (maslahat). Kata qaulan ma’rufan disebutkan Allah dalam Al-Quran sebanyak empat kali.
Pertama, berkenaan dengan pemeliharaan harta anak yatim. Kedua, berkenaan dengan perkataan terhadap anak yatim dan orang miskin. Ketiga, berkenaan dengan harta yang diinfakkan atau disedekahkan kepada orang lain. Keempat, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan Allah terhadap istri Nabi. Kata ma’rufan dari keempat ayat tersebut, berbentuk isim maf’ul dari kata ‘arafa, bersinonim dengan kata al-Khair atau al-Ihsan yang bermaksud baik. Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat disimpulkan betapa pentingnya berbicara yang baik dengan siapapun, di mana pun, dan kapanpun, dengan sarat pembicaraannya itu akan mendatangkan pahala dan manfaat, baik bagi dirinya sebagai komunikator maupun bagi orang yang mendengarkan sebagai komunikan.
Bahkan menurut Aristoteles kebaikan itu dapat dibagi menjadi: 1) Kebaikan mulia adalah kebaikan yang kemuliaannya berasal dari esensinya, dan membuat orang yang mendapatkannya menjadi mulia, itulah kearifan dan nalar; 2) Kebaikan terpuji adalah kebaikan dan tindakan sukarela yang positif; 3) Kebaikan potensial adalah kesiapan memperoleh kebaikan mulia dan kebaikan terpuji; 4) Kebaikan yang bermanfaat adalah segala hal yang diupayakan untuk memperoleh kebaikan lainnya. K
ebaikan itu dapat pula dikategorikan, sebagai berikut: 1) Kebaikan substantif, yaitu kebaikan bukan terjadi kemudian, melainkan sudah bersamaan dengan Allah. Allah adalah kebaikan pertama karena segala sesuatu mengarah kepada-Nya, mendambakan-Nya, untuk memperoleh kebaikan Ilahi sperti kekekalan, keabadian dan kesempurnaan; 2) Kebaikan kuantiti, iaitu kebaikan yang berkenaan dengan angka bilangan dan jumlahnya yang memdai; 3) Kebaikan yang berkenaan dengan kualiti, yaitu kenikmatan.
  1. Perkataan yang Membekas di Hati قولا بليغا (Qaulan Balighan)
  اُولٰٓٮِٕكَ الَّذِيۡنَ يَعۡلَمُ اللّٰهُ مَا فِىۡ قُلُوۡبِهِمۡ فَاَعۡرِضۡ عَنۡهُمۡ وَعِظۡهُمۡ وَقُلْ لَّهُمۡ فِىۡۤ اَنۡفُسِهِمۡ قَوۡلًاۢ بَلِيۡغًا
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”. (QS. An-Nisa: 63)
Qaulan Balighan artinya menggunakan kata-kata yang efektif, tepat sasaran, komunikatif, mudah dimengerti, langsung ke pokok masalah (straight to the point), dan tidak berbelit-belit. Agar komunikasi tepat sasaran, gaya bicara dan pesan yang disampaikan hendaklah disesuaikan dengan kadar intelektualitas komunikan dan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh peserta komunikasi/ komunikan ataupun audiens.“Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar akal (intelektualitas) mereka” (H.R. Muslim).
Berikut ini perincian Al-Quran tentang qaulan balighan, yaitu Pertama, Qaulan balighan terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat komunikan. Dalam istilah Al-Quran, ia berbicara fi anfusihim (tentang diri mereka). Dalam istilah sunah, “Berkomunikasilah kamu sesuai dengan kadar akal mereka”. Pada zaman modern, ahli komunikasi berbicara tentang frame of reference dan field experience. Komunikator baru efektif bila ia menyesuaikan pesannya dengan kerangka rujukan dan medan pengalaman komunikannya.
Kedua, Qaulan balighan terjadi bila komunikator menyentuh komunikan pada hati dan otaknya sekaligus. Aristoteles pernah menyebut tiga cara yang efektif untuk memengaruhi manusia, yaitu ethos, logos dan pathos. Dengan ethos (kredibilitas komunikator), kita merujuk pada kualitas komunikator. Komunikator yang jujur, dapat dipercaya, memiliki pengetahuan tinggi, akan sangat efektif untuk memengaruhi komunikannya. Dengan logos (pendekatan rasional), kita meyakinkan orang lain tentang kebenaran argumentasi kita. Kita mengajak mereka berpikir, menggunakan akal sehat, dan memimbing sikap kritis. Kita tunjukan bahwa kita benar karena secara rasional argumentasi kita harus diterima. Dengan pathos (pendekatan emosional), kita bujuk komunikan untuk mengikuti pendapat kita. Kita getarkan emosi mereka, kita sentuh keinginan dan kerinduan mereka, kita redakan kegelisahan dan kecemasan mereka.
  1. Pekataan yang Ringan قولا ميسورا (Qaulan Maysuran)
وَاِمَّا تُعۡرِضَنَّ عَنۡهُمُ ابۡتِغَآءَ رَحۡمَةٍ مِّنۡ رَّبِّكَ تَرۡجُوۡهَا فَقُلْ لَّهُمۡ قَوۡلًا مَّيۡسُوۡرًا
“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang mudah”. (QS. Al-Isra: 28)
Kata Qaulan Maysuran hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran. Berdasarkan sebab-sebab turunnya (ashab al-nuzulnya) ayat tersebut, Allah memberikan pendidikan kepada nabi Muhammad SAW untuk menunjukkan sikap yang arif dan bijaksana dalam menghadapi keluarga dekat, orang miskin dan musafir. Secara etimologis, kata maysuran berasal dari kata yasara yang artinya mudah atau gampang (Al-Munawir,1997: 158).
Ketika kata maysuran digabungkan dengan kata qaulan menjadi qaulan maysuran yang artinya berkata dengan mudah atau gampang. Berkata dengan mudah maksudnya adalah kata-kata yang digunakan mudah dicerna, dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Salah satu prinsip komunikasi dalam Islam adalah setiap berkomunikasi harus bertujuan mendekatkan manusia dengan Tuhannya dan hamba-hambanya yang lain. Islam mengharamkan setiap komunikasi yang membuat manusia terpisah dari Tuhannya dan hamba-hambanya.
Seorang komunikator yang baik adalah komunikator yang mampu menampilkan dirinya sehingga disukai dan disenangi orang lain.  Untuk bisa disenangi orang lain, komunikator harus memiliki sikap simpati dan empati. Simpati dapat diartikan dengan menempatkan diri kita secara imajinatif dalam posisi orang lain (Bennett, dalam Mulyana, 1993: 83).
Namun dalam komunikasi, tidak hanya sikap simpati dan empati yang dianggap penting karena sikap tersebut relatif abstrak dan tersembunyi, tetapi juga harus dibarengi dengan pesan-pesan komunikasi yang disampaikan secara bijaksana dan menyenangkan. Qaulan Maysura bermakna ucapan yang mudah, yakni mudah dicerna, mudah dimengerti, dan dipahami oleh komunikan. Makna lainnya adalah kata-kata yang menyenangkan atau berisi hal-hal yang menggembirakan.
  1. Perkataan yang Lemah Lembut قولا لينا (Qaulan Layyinan)
فَقُوۡلَا لَهٗ قَوۡلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهٗ يَتَذَكَّرُ اَوۡ يَخۡشٰى‏
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.(QS. Thaha:44)
Qaulan Layyina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati.Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, yang dimaksud layyina ialah kata kata sindiran, bukan dengan kata kata terus terang atau lugas, apalagi kasar. Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun.
Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan komunikasi kita.Dengan demikian, dalam komunikasi Islam, semaksimal mungkin dihindari kata-kata kasar dan suara (intonasi) yang bernada keras dan tinggi. Kata Qaulan Layyinan hanya satu kali disebutkan dalam Al-Quran (QS. Thaahaa: 44).
Ayat ini merupakan perintah Allah swt kepada Nabi Musa dan Nabi Harun untuk mendakwahkan ayat-ayat Allah kepada Firaun dan kaumnya. Firaun sebagai seorang Raja Mesir memiliki watak keras, sombong, dan menolak ayat-ayat Allah, bahkan menantang Allah dengan mengaku sebagai Tuhan. Nabi Muhammad saw mencotohkan kepada kita bahwa beliau selalu berkata lemah lembut kepada siapa pun, baik kepada keluarganya, kepada kaum muslimin yang telah mengikuti nabi, maupun kepada manusia yang belum beriman.
Dalam konteks komunikasi, model komunikasi demikian disebut komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil mencapai tujuan dengan feedback yang positif. Wilbur Schramm menuliskan apa yang dinamakan the condition of success in communication (kondisi suksenya komunikasi).
Suksesnya sebuah proses komunikasi paling tidak harus memiliki dua persyaratan, yaitu : 1) Ditinjau dari pesannya, (pesan harus direncanakan dan disusun sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan,  pesan harus menggunakan lambang-lambang yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan responden, pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi penutur dan mengarahkan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut, pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi di mana responden berada pada saat ia digerakan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki, pesan harus menggunakan kata-kata yang sederhana , halus, lembut, dan tidak angkuh); 2) Ditinjau dari komunikatornya haruslah memiliki dua kriteria yakni, (Source credibility, artinya komunikator harus memiliki keahlian tentang masalah yang sedang dibicarakan. Juga Source attractiveness atau daya tarikkomunikator).
Selanjutnya bahwa Qaulan Layyina adalah ucapan baik yang dilakukan dengan lemah lembut sehingga dapat menyentuh hati yang diajak bicara. Ucapan yang yang lemah lembut dimulai dari dorongan dan suasana hati orang yang berbicara. Apabila berbicara dengan hati yang tulus dan memandang orang yang diajak bicara sebagai saudara yang dicintai, maka akan lahir ucapan yang bernada lemah lembut. Dengan kelemahlembutan itu maka akan terjadi sebuah komunikasi yang akan berdampak pada terserapnya isi ucapan oleh orang yang diajak bicara sehingga akan terjadi tak hanya sampainya informasi tetapi jua akan berubahnya pandangan, sikap dan prilaku orang yang diajak bicara.
  1. Perkataan yang Mulia قولا كريما (Qaulan Kariman)
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعۡبُدُوۡۤا اِلَّاۤ اِيَّاهُ وَبِالۡوَالِدَيۡنِ اِحۡسَانًا‌ؕ اِمَّا يَـبۡلُغَنَّ عِنۡدَكَ الۡكِبَرَ اَحَدُهُمَاۤ اَوۡ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَاۤ اُفٍّ وَّلَا تَنۡهَرۡهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوۡلًا كَرِيۡمًا‏
“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”. (QS. Al-Isra: 23)
Kata Qaulan Kariman dalam Al-Quran disebutkan hanya satu kali, yaitu dalam surat Al-Israa’ ayat 23.Substansi ayat tersebut, paling tidak mengandung dua hal, yakni: (1) berkenaan dengan tuntunan berakhlak kepada Allah, dan (2) berkenaan dengan tuntunan berakhlak kepada kedua orang tua. Menurut Hamka (1999: 63), dalam Tafsir Al-Azhar menjelaskan bahwa akhlak kepada Allah merupakan pokok etika sejati, sebab hanya Allah semata yang berjasa kepada kita, yang menganugerahi hidup kita, memberi rezeki. Tuntunan akhlak kepada kedua orang tua, antara lain: keharusan berbakti kepada orang tua, dan mengurus orang tua di saat mereka sudah usia lanjut. Jika seorang anak mengikuti perintah Allah ini, ia akan selamat di dunia dan di akhirat.
Qaulan Kariman berarti perkataan yang mulia, dibarengi dengan rasa hormat dan mengagungkan, enak didengar, lemah-lembut, dan bertatakrama. Qaulan Kariman harus digunakan khususnya saat berkomunikasi dengan kedua orangtua atau orang yang harus kita hormati. Dalam konteks komunikasi khususnya ilmu jurnalistik dan penyiaran, Qaulan Kariman bermakna mengunakan kata-kata yang santun, tidak kasar, tidak vulgar. Adapun kriterianya antaralain: pertama, kata-kata bijaksana: yaitu kata-kata yang bermakna agung, teladan, dan filosofis.
Dalam hal ini, Nabi saw sering menyampaikan nasihat kepada umatnya dengan kata-kata bijaksana. Kedua, kata-kata berkualitas: yaitu kata-kata yang bermakna dalam, bernilai tinggi, jujur, dan ilmiah. Kata-kata seperti ini sering diungkapkan oleh orang-orang cerdas, berpendidikan tinggi, dan filsuf. Ketiga, kata-kata bermanfaat: yaitu kata-kata yang memiliki efek positif bagi perubahan sikap dan perilaku komunikan. Kata-kata seperti ini sering diucapkan oleh orang-orang terhormat seperti kiai, guru, dan orang tua.











Pedoman komunikasi semacam ini sangat dibutuhkan agar membentuk karakter peserta didik. Jika sejak awal peserta didik telah di ajarkan dengan kata atau bahasa (qawl) yang baik maka hal itu akan mempengaruhi sifat peserta didik. Sebaliknya jika sejak awal peserta didik diajarkan dengan kata-kata yang kasar dan tidak baik maka hal itu akan terpatri di dalam dirinya. Oleh karena itu, perlu seorang guru melakukan komunikasi yang efektif terhadap anak. Seperti di dalam al Qur’an telah dijelaskan hal ini sebagai berikut;
1.    Qawlun Ma’rufun
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُم مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
Terjemahnya: “Dan apabila pembagian harta warisan dihadiri oleh karib kerabat dan anak-anak yatim serta orang-orang miskin, maka berilah mereka daripadanya sekadarnya dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik” (an-Nisa’ (4) ayat 8).
Al-Qawl secara harfiah bermakna perkataan atau komunikasi sedangkan ma’ruf  berarti baik, maka qawlun ma’ruf berarti perkataan atau komunikasi yang baik. Lantas apa itu perkataan yang baik? Dan bagaimana standart untuk menentukan baik (ma’ruf) atau tidak baik?
Ibnu Manzur mengemukakan, “Al-ma’ruf dalam hadits adalah suatu istilah yang mencangkupi sesuatu yang telah dikenal, yaitu meliputi ketaatan dan kedekatan kepada Allah, berbuat ihsan kepada manusia, serta segala yang disunnahkan oleh syara’”.[4] Maka perkataan ma’ruf adalah perkataan yang biasa dikenali oleh lawan bicara, yang biasa dikenali itu sesuai dengan akal dan syara’. Al-Quran memerintahkan agar melakukan komunikasi ma’ruf, yaitu model komunikasi yang biasa dikenali sehingga mudah dipahami oleh lawan bicara.
Model komunikasi ma’ruf ini perlu diaktualkan dalam melakukan komunikasi, terutama dalam dunia pendidikan khususnya pembelajaran di kelas. Untuk itu, guru perlu memilih kosakata yang sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa peserta didik serta memulai materi dari sesuatu yang sudah mereka kenali.
Dengan demikian, ada ketersambungan apa yang disampaikan guru dengan apa yang sedang peserta didik pikirkan. Pembelajaran akan bermakna bagi para peserta didik, apabila dimulai dari materi yang telah mereka kenal. Itulah sebabnya kenapa guru dalam menyampaikan materi pelajaran, terlebih dahulu dituntut agar melakukan apersepsi dan menghubungkannya dengan materi pelajaran lain serta kehidupan mareka. Dengan demikian, materi ajar akan terasa bermakna bagi siswa.
2.        Qawlan Layyinan
فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَىٰ
Terjemahnya: “Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (Thaha (20) ayat 44).
Syekh Nawawi mengatakan: “Perkataan yang lemah lembut itu memiliki dua kekuatan, diterima dengan hati terbuka atau menyebabkan takut kepada Allah dari meninggalkan kemungkaran menuju kebenaran.”[5] Inilah yang menjadi kelebihan dari perkataan yang baik. Pertama memang akan menjadikan seseorang terbuka hatinya untuk mengikuti hal-hal baik dinasehatinya. Atau ia akan merasa sungkan dan takut jika tidak melaksanakan perbuatan itu. Kedua hal ini memang sangat efektif dalam menumbuhkan karakter yang baik di dalam diri peserta didik.
Perkataaan yang lunak lembut, tidka kasar, merupakan model komunikasi yang diajarkan al-Quran kepada mansuia, walaupun terhadap musuh. Sepantasnya seorang pendidik menggunakan model ini dalam proses pembelajaran, sebab hal itu dapat menarik perhatia siswa terhadap materi yang disampaikan guru.
3.        Qawlan Tsaqila
إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا
Terjemahnya: “Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.” (al-Muzammil (73) ayat 5).
Dari Abdullah bin Amr berkata: “aku bertanya kepada Rasulullah SAW: “wahai Rasullah apa yang engkau rasakan ketika wahyu datang kepadamu?”, lantas berkata Rasullah SAW, aku mendengar suara dentungan lonceng, kemudian aku diam ketika terjadi hal itu, ketika wahyu itu turun tidaklah aku menyangka kecuali bahwa diriku seolah-olah telah dicabut nyawaku.”[6]
Dalam proses pembelajaran, terkadang memang tidak dapat dielakkan, pendidik atau guru terpaksa menggunakan ungkapan-ungkapan yang berat bagi peserta didik, baik dalam memahaminya ataupun mengamalkan pesan-pesan yang termuat dalam ungkapan tersebut. Hal terkait dengan pokok bahasan, atau topik yang diperbincangkan. Jika ini terjadi dalam suatu pembelajaran, maka guru perlu menggunakan strategi atau teknik komunikasi yang relevan sehingga yang berat bisa menjadi ringan atau mudah bagi peserta didik.

C.    Penutup
Komunikasi yang baik adalah dua arah yang memahamkan kedua belah pihak, kata-kata yang baik yang dibiasakan dapat membentuk kepribadian seseorang. Seyogyanya seorang guru maupun siswa harus membiasakan hal ini agar lingkungan belajar yang kondusif dapat tercipta. Begitu pula dengan kata-kata yang lembut, seseorang yang mampu membiasakan berkata lembut, niscaya saat ia marah ia dapat mengontrol kata-katanya, dan siapa pun yang berbicara dengan seseorang yang seperti ini akan tercipta “meaningfull learning” dalam setiap kesempatan.
Dalam proses pembelajaran terkadang tidak semua guru mampu menyampaikan sesuatu yang sulit dengan bahasa yang mudah, dengan menerapkan Qawlan Tsaqila dalam pembelajaran di kelas, niscaya miss understanding tidak akan terjadi, sehingga dapat meminimalisir salah faham dan dapat menciptakan pembelajaran yang “meaningfull




OPTIMISME HAJI UMRAH DI TENGAH BADAI COVID 19

OPTIMISME HAJI UMRAH DI TENGAH BADAI COVID 19 PANDEMI   Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) telah memengaruhi seluruh tatanan kehidupa...